Senin, 21 November 2011

Kecemburuan terhadap Fisika dan Krisis Ekonomi

  Oleh : Budi Hartono

                                          Imagine how much harder physics would be if electrons had feelings !
                                                                                                                        - Richard Feynman –
                              I can calculate the motions of heavenly bodies, but not the madness of people
                                                                                                                          - Sir Isaac Newton -
  Sejak Isaac Newton menulis bukunya Principia Mathematica yang diterbitkan pada tahun 1687 dengan memperkenalkan teori gravitasi dan tiga hukum gerak, fisika telah sukses merevolusi dirinya menjadi ilmu yang mapan. Fisika terus berkembang dan berevolusi mengganti hukumnya seperti yang dijelaskan Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions. Perkembangan tersebut mengundang kecemburuan ilmuwan sosial untuk meniru jejak pengembangan fisika dengan merubah wajah ilmu sosial dengan matematika dan memperkenalkan hukum-hukum dasar, situasi ini sering di sebut sebagai kecemburuan fisika (physics envy). Termasuk ilmu ekonomi dan keuangan, telah merubah diri dengan metematika yang mulai diperkenalkan oleh Paul Samuelson setelah perang dunia kedua dan berubah statusnya dari seni (art) kepada saint (science). Ilmu ekonomi meningkat statusnya dan dianggap sebagai ratu dari keilmuan dan fisika sebagai rajanya.
     Krisis keuangan pada tahun 2007-2009 yang merupakan krisis terbesar kedua sejak depresi besar tahun 1930-an telah membuka perdebatan lama tentang efektifitas metode kuantitatif di bidang ekonomi dan keuangan. Terlebih lagi pada pasar keuangan, ahli-ahli fisika telah banyak bekerja pada bank investasi untuk memprediksi dan memodelkan resiko melalui dengan matematika yang canggih atau disebut risk metric. Data keuangan yang berlimpah dan akurat karena dihasilkan dari sistem informasi yang handal, mengundang ahli matematika fisika untuk mempelajarinya. Terlebih lagi pada dekade terakhir, para analis kuantitatif (quant) mendapat tempat yang bergengsi sebagai analis risiko dan rekayasa keuangan pada hedge fund terkenal seperti Goldman Sach, JP Morgan Chase, Morgan Stenley dan lainnya.
     Salah satu quant yang mengguncang pasar keuangan adalah David X Li yang lahir di Cina, dan belajar keluar negeri untuk mendapatkan bea siswa dibidang bisnis di Kanada melalui CIDA. Ia mendapat MBA aktuaria di Universitas Laval dan PhD statistik di University of Waterloo Ontario. Setelah lulus sekolah pada tahun 1997, ia tidak segera kembali kenegaranya, layaknya mahasiswa yang memperoleh bea siswa masih terikat secara akademis di tempat yang mengirimnya.  Ia melihat masa depannya akan lebih cemerlang dengan kemampuan akturianya, dia akan cepat menjadi kaya. Li melanjutkan kariernya di Canadian Imperial Bank of Commerce. Ambisinya yang besar mendorongnya untuk pindah ke New York untuk mencari peruntungan di tempat pusat keuangan dunia berada, Wall Street, dan menjadi mitra unit risk metric dari JP Morgan Chase.
    Pada tahun 2000, ia mempublikasikan kertas kerjanya yang berjudul On Default Correlation: A Copula Function Approach. Meminjam dari matematika fisika rantai Markov, ia mencoba memecahkan masalah paling sulit di pasar yaitu korelasi kegagalan. Pada pasar keuangan yang terintegrasi dan membentuk rangkaian jaringan, kemungkinan kegagalan perusahaan tidak hanya di tentukan oleh kinerjanya sendiri, tetapi kegagalan perusahaan lain, dapat menyebabkan kegagalan melulai portofolio yang dipegang. Bila portofolio perusaan A terdapat perusahaan B, Jika B mengalami kebangkrutan, maka A dapat mengalami nasib yang sama. Ini adalah kontribusi yang penting, sebelum tahun 1997, tak seorangpun tahu bagaimana menghitung korelasi kegagalan secara tepat. Solusi ini menarik inspirasi dari ilmu aktuaria yang dikenal sebagai sindrom “patah hati”, orang cenderung meninggal lebih cepat setelah ditinggal mati pasangannya. Seperti perusahaan, dapat mati lebih cepat bila dalam portofolionya mengalami kebangkrutan. Prediksi terhadap kematian bermanfaat bagi perusahaan untuk asuransi jiwa dan anuitas gabungan, prediksi terhadap kegagalan perusahaan dapat menentukan resiko dan menjual premi asuransi untuk kegagalan perusahaan.
    Terobosan formula Gaussian Copula, nama tenar rumus tersebut, segera meramaikan pertandingan para quant untuk untuk mengelola risiko dan menciptakan rekayasa keuangan yang lebih canggih. Banyak rekannya aktuaris mendukung formula tersebut dan sangat optimis tentang masa depan model tersebut. Martyn Dorey dan Phil Joubert menyatakan “Kejutan bagi kami adalah banyak aplikasi untuk alat ini dan potensi untuk merevolusi regresi, Garch, dan aplikasi kecerdasan buatan”, dan berharap “barangkali suatu hari nanti ahli aktuaria akan digantikan dengan kekuatan komputer dengan mesin copula”. Keberadaan model tersebut membuat lebih mudah untuk untuk menciptakan dan memperdagangkan surat hutang yang dijamin, atau CDOs, dan menciptakan sistetis dari CDO yaitu Credit Default Swap (CDS), semacam asuransi kegagalan perusahaan, karena model tersebut mampu memahami risiko secara akurat (The Wall Street Journal, 12 September 2005). Pada 10 Agustus 2004, lembaga pemeringkat Mood’s mengadopsi formula David Li sebagai metodelogi pemeringkatan obligasi yang berjamin koleteral (FT Magazine, 24 April 2009).
    “David Li pantas menerima pengakuan”, kata Darrell Duffie, professor universitas Stanford, “dia membawa inovasi ke pasar (dan) itu memfasilitasi pertumbuhan dramatis kredit pasar derivatif”. CDS mulai muncul sejak tahun 1990-an, dan melonjak tajam setelah tahun 2003. Pada tahun 2002, nilai total CDS berkisar $ 2 trilyun dan melonjak secara luar biasa, pada tahun 2007 akhir, nilai totalnya mencapai $ 62,3 trilyun (Wikipedia-CDS). Lonjakan kredit membawa gelembung harga sektor perumahan semakin jauh, dan pada akhirnya, letusan gelembung menyeret perekonomian dunia pada malapetaka. Setelah krisis ekonomi mendera, Gaussian copula menjadi pelampiasan kemarahan dan disalahkan sebagai formula yang menyesatkan. Susan Lee pada judul artikelnya di majalah Forbes mengatakan sebagai “Formula dari Neraka” , Felix Salmon mengatakan sebagai “Resep Bencana: Formula yang membunuh Wall Street”.  Ini seperti Einstein yang disalahkan karena dari formulanya dapat menghasilkan bom atom yang membunuh ratusan ribu manusia di Hiroshima. David Li hanyalah seorang penulis artikel pada jurnal dan menyarankan sebuah model untuk memahami risiko CDS, walaupun akhirnya pelaku pasar memanfaatkan formula tersebut dan membawa bencana keuangan.
     Pihak-pihak yang ikut disalahkan dalam krisis ekonomi 2007-2009 tidak hanya para pelaku pasar, tetapi juga para pembuat kebijakan. Salah seorang pembuat kebijakan yang disalahkan dari hasil jajak pendapat majalah TIME adalah Alan Greenspan. Pada tahun 2000-an pasca serangan teroris 11 September 2001, ia memprakarsai penurunan suku bunga untuk mencegah dampak ekonomi. Pada pidatonya tanggal 8 April 2005, ia memuji inovasi teknologi pada pasar keuangan, katanya “Telah dimiliki dari setiap segment ekonomi kita, sektor jasa keuangan telah secara dramatis ditransformasi oleh teknologi. Kemajuan teknologi telah secara signifikan mengubah pengiriman dan pengolahan hampir setiap transaksi keuangan konsumen, dari yang paling dasar sampai paling kompleks….(seperti) untuk mengevaluasi risiko dan membuat keputusan yang sesuai tentang harga kredit” , salah satu inovasi keuangan tersebut adalah formula Gaussian Copula. Penurunan suku bunga yang rendah, membiarkannya dalam jangka waktu yang lama dan membiarkan jasa keuangan untuk mengatur dirinya sendiri membawa gelembung harga sektor perumahan dan letusannya menyeret krisis.
     Kesaksian Greenspan di depan kongres Amerika yang dimuat di majalah New York Times pada tanggal 18 Oktober 2008 menjelaskan “Henry A. Waxman wakil dari California, kepala komite” menanyakan “apakah kamu meresa bahwa ideologi (pasar mengatur dirinya sendiri) menekanmu untuk membuat keputusan yang kamu sendiri tidak ingin lakukan? Greenspan menjawab “Ya aku telah menemukan sebuah cacat”. Ia menolak disalahkan atas krisis tetapi mengakui bahwa keyakinannya pada deregulasi (mengurangi peraturan dipasar) telah terguncang. Ia setuju bahwa kredit multi trilyun dollar CDS menjadi sumber kekacauan dan mencatat bahwa bisnis besar, sebagian besar tidak diatur menyebarkan resiko keuangan secara luas, katanya: “ini paradigma menajemen risiko modern yang memegang kekuasaan selama beberapa dekade lalu. Bangunan intelektual secara keseluruhan, runtuh pada musim panas tahun lalu” .
     Ekonomi neo-klasik yang sarat dengan model matematika untuk memahami realitas ekonomi dan menjadi mainstream untuk membuat kebijakan selalu menganggap pelaku pasar dapat mengatur dirinya sendiri dan tidak ada aturan yang diperlukan agar ekonomi berjalan efisien. Krisis ekonomi membuat ekonom berpikir ulang, Paul Krugman (nobelis ekonomi 2008) menyatakan: “seperti yang saya lihat, profesi ekonomi tersesat karena para ekonom, sebagai kelompok, mengira kecantikan, berpakaian mengesankan yang nampak dari matematika, untuk kebenaran”. Kritik tersebut segera dijawab oleh John Cocrane (ekonom neo-klasik), katanya: “masalahnya adalah bahwa kita tidak memiliki cukup matematika. Matematika di bidang ekonomi berfungsi untuk menjaga logika lurus, untuk memastikan bahwa “then” benar-benar mengikuti “if”. Tentu saja, kritik terhadap keberadaan matematika tidak terletak apakah matematika mempunyai manfaat terhadap ilmu ekonomi keuangan atau tidak, tetapi terletak kepada keyakinan ekonom itu sendiri, karena menganggap bahwa matematika adalah segalanya dan sumber verifikasi kebenaran. Bila analisis ekonomi tidak di sandarkan pada formalitas matematika, maka dia dianggap tidak ada dan diabaikan.
   Apakah ilmu ekonomi membutuhkan matematika lebih banyak setelah krisis ekonomi? Ilmu yang menyediakan seperangkat matematika yang berlimpah adalah fisika, apakah ilmu ekonomi keuangan harus mengadopsi lebih banyak model matematika fisika sebagai alat analisisnya, seperti ekonomi keuangan yang sekarang ada, mengadopsi matematika dari abad 19. Disisi lain, Infiltrasi matematika kedalam ilmu ekonomi terus berlangsung sampai dengan sekarang, diantaranya adalah pengaruh mekanika statistika fisika yang dikenal dengan ekonomi kompleksitas  yang merupakan manifestasi ketidakpuasan ahli fisika terhadap penggunaan matematika yang bersifat linier dalam ilmu ekonomi. Kalaborasi untuk menjelaskan apakah ilmu ekonomi harus lebih banyak mengadopsi fisika dijelaskan oleh dua orang quant Andrew W. Lo dan Mark T.Mueller (2010) yang berprofesi sebagai professor ekonomi dan ahli fisika dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai berikut:
“Fisikawan percaya pada keberadaan hukum dasar, baik secara implisit maupun eksplisit, dan keyakinan ini sering disertai dengan filsafat reduksionis yang mencari paling tidak kerangka bangunan dan paling sederhana dari sebuah teori tunggal yang dapat dibangun. Bahkan dalam fisika ini adalah penyederhanaan yang berlebihan, sebagai salah satu-era “hukum dasar” akhirnya mencapai batas-batas domain validitas mereka, hanya untuk digantikan dan dicakup oleh era berikutnya “hukum dasar”. Contoh Klasik, tentu saja, mekanika Newtonian menjadi kasus khusus dari relativitas khusus dan mekanika kuantum”.
Sulit untuk berpendapat bahwa ekonom harus memiliki iman yang sama dalam program dasar dan reduksionis untuk menjelaskan pasar keuangan (meskipun iman yang demikian tidak bertahan lama, suatu manifestasi dari kecemburuan terhadap fisika). Pasar adalah alat yang dikembangkan oleh manusia untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu -tidak kebal berubah seperti hukum Alam- dan tunduk pada semua perubahan-perubahan dan kelemahan perilaku manusia. Sementara keteraturan perilaku memang ada, dan dapat ditangkap sampai batas tertentu oleh metode kuantitatif, mereka tidak menunjukkan tingkat kepastian dan prediktabilitas yang sama sebagai hukum fisik. Oleh karena itu, model pembangunan dalam ilmu sosial harus jauh kurang diinformasikan oleh estetika matematika, dan banyak lagi oleh pragmatisme dalam menghadapi ketidakpastian yang sebagian direduksi… Dalam hal ini, ekonomi mungkin memiliki lebih banyak kesamaan dengan biologi daripada fisika”.
Peringatan ketidakmungkinan pengembangan ilmu ekonomi menjadi ilmu pasti dikatakan oleh Paul Samuelson, bapak dari matematika ekonomi yang telah merubah wajah ilmu ekonomi menjadi seperti dewasa ini. Pada wawancara dengan Conor Clarke, The Atlantic 17 Juni 2009, enam bulan sebelum meninggal pada 13 Desember 2009, di umur 94 tahun,  seperti sebuah wasiat terakhir, mengatakan “Yah, aku akan mengatakan ini. Dan ini adalah hal utama yang harus diingat. Makroekonomi - bahkan dengan semua komputer kami dan dengan semua informasi kami – bukan ilmu pasti dan tidak mampu menjadi ilmu pasti ”.

Selasa, 01 November 2011

Keuangan Gender


Pada tahun 1992, John Gray menerbitkan buku dengan judul Men Are from Mars, Women Are from Venus, yang menerangkan bagaimana pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap psikologi laki-laki dan perempuan dalam melakukan komunikasi dan kebutuhan emosi. Brizendine (2006) menjelaskan bahwa sifat feminim dan maskulin antar gender sudah timbul dari kondratnya bukan oleh pembentukan sosial. Ia memberi contoh dengan seorang anak perempuan yang diberi mainan berupa truk bukan boneka sebagaimana umumnya mainan anak perempuan, karena sifat pengasuhan yang melekat pada diri perempuan, anak tersebut menggendong dan menimang truk tersebut dengan berkata “trucky jangan menangis”. Perbedaan gender tersebut menjawab fakta-fakta mengapa laki-laki pada umumnya memilih pekerjaan sebagai ahli hukum, pengacara atau pelaut sedangkan profesi perawat pada umumnya didominasi oleh perempuan dan mengapa tidak sebaliknya.
Identitas gender mempunyai berpengaruh terhadap perilaku laki-laki dan perempuan secara ekonomi dan identitas tersebut mempengaruhi kesejahteraannya dengan cara bagaimana mereka memilih pekerjaan. Kanazawa (2005) menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan mereka pada tempat bekerja tidak dipengaruhi oleh faktor diskriminasi, tetapi mereka mempunyai preferensi yang berbeda dalam memberi makna bekerja. Laki-laki dalam pasar tenaga kerja pada umumnya mempunyai preferensi untuk memperoleh penghasilan yang tinggi. Sedangkan perempuan pada umumnya lebih memfokuskan dirinya pada preferensi fungsi reproduksi. Ini bisa ditunjukkan bahwa pada situasi konflik pemilihan preferensi untuk memperoleh penghasilan yang tinggi atau fungsi reproduksi, perempuan seringkali lebih memilih berperanan sebagai ibu rumah tangga atau pengasuhan dari anak-anaknya dan laki-laki sebagai pencari nafkah dalam keluarga.
Miller et al (2007) menemukan fakta pengaruh siklus menstuasi penari perut perempuan terhadap tingkat penghasilan yang diperoleh dari pemberian tip. Pada siklus estrus atau siklus berahi (ovulasi), mereka memperoleh penghasilan sebesar 15 dollar Amerika perjam lebih tinggi dibanding dengan temannya yang pada saat bekerja tidak berada dalam siklus mentruasi estrus. Pada siklus tersebut perempuan mempunyai daya tarik yang lebih memikat laki-laki pelanggannya untuk memberikan tips. Mereka mengatakan bahwa saat perempuan (penari perut) dan laki-laki (pelanggannya) melakukan interaksi lewat percakapan atau kontak tubuh beberapa menit, perempuan dimata laki-laki seakan-akan memberi sinyal tentang status masa suburnya. Hal tersebut mendorong laki-laki memberikan tips lebih besar, karena dimata laki-laki penari perut terlihat lebih memikat. Temuan ini menunjukkan bahwa kodrat yang melekat pada diri perempuan mempunyai pengaruh bagaimana mereka mendapatkan tingkat penghasilan.
Men Are from Mars, Women Are from Venus tidak hanya ditemukan dalam dunia psikologi individu dan mempengaruhi bagaimana mereka memilih memperoleh penghasilan. Perbedaan tersebut ditemukan juga dalam ilmu keuangan yaitu bagaimana mereka berinvestasi. Psiklogi gender mempengaruhi mereka dalam membuat keputusan investasi, seperti bagaimana mereka menyusun portofolio kekayaannya, toleransi terhadap resiko, kepercayaan diri dalam berinvestasi, bagaimana mereka memahami investasi. Dalam membuat keputusan investasi perempuan seringkali mengkomunikasikan terlebih dahulu dengan pasangannya sedangkan laki-laki lebih jarang. Ini karena kepercayaan diri laki-laki terhadap investasi lebih tinggi dari perempuan. Bagi perempuan, pembuatan keputusan investasi lebih mengkonsumsi waktu, pekerjaan yang melelahkan, dan sulit. Tingkat kehati-hatian dan tingkat toleransi resiko yang rendah membuat perempuan membuat keputusan investasi lebih mengkonsmsi waktu (Hira dan Loibl, 2007).
 Beberapa studi tentang bagaimana perempuan menginvestasikan uangnnya dalam dana pensiun atau menyusun protofolio asetnya menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih berhati-hati (conservative) dan lebih menghindari resiko dibandingkan dengan laki-laki (Batjtelsmit dan Bernasek, 1996). Portofolio asset laki-laki lebih agresif dan mempunyai lebih banyak asset yang berisiko dibanding perempuan. Toleransi resiko yang rendah dari perempuan, membuatnya lebih banyak berinvestasi yang berpenghasilan tetap seperti tabungan bank, deposito, asuransi jiwa dan obligasi pemerintah. Perbedaan penyusunan portofolio mempengaruhi kesejahteraan mereka, karena imbal hasil mempunyai hubungan positif dengan tingkat resiko. Sehingga saat perempuan mencapai masa pensiun, ia memperoleh pendapatan dari pensiun lebih rendah dibanding laki-laki. Ini terjadi dengan perempuan yang sampai pensiun masih bujangan, kegagalan perempuan berinvestasi kurang memadai dalam saham memicu kesejahteraan yang rendah dari uang pensiun (Sunden dan Surette, 1998) karena strategi investasi yang konservatif akan menghasilkan imbal hasil yang lebih rendah.
Jika umumnya perempuan mempunyai kecenderungan lebih berhati-hati, laki-laki diasosiasikan dengan percaya diri yang lebih tinggi, lebih agresif, dan secara umum mempunyai kemampuan kuantitatif lebih baik dibanding perempuan. Odean dan Barber (2001) meneliti 35.000 investor rumah tangga dengan data dari Januari 1991 sampai dengan Februari 1997. Mereka menemukan bahwa laki-laki lebih agresif dalam melakukan transaksi saham yaitu 45 persen lebih tinggi dari perempuan, tetapi imbal hasilnya rata-rata lebih rendah. Hal ini disebabkan laki-laki merasa bahwa dirinya mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menilai saham, padahal berbeda dari kenyataannya. Laki-laki cenderung terlalu tinggi memprediksi kondisi yang baik dimasa mendatang dan kurang mampu memprediksi resiko yang menyertainya. Percaya diri berlebihan membuat laki-laki melakukan transaksi lebih banyak, tetapi justru agresifitas transaksi tersebut mengurangi imbal hasil yang diperoleh, karena digerogoti biaya transaksi.
Green et al (2007) menemukan bahwa analis saham perempuan yang bekerja di perusahaan sekuritas semakin hari terjadi penurunan jumlahnya. Perempuan dalam melakukan analisis tentang prediksi laba perusahaan kurang akurat dibanding laki-laki. Disisi lain perempuan mempunyai kelebihan dalam kemampuan non-kuantitatif pada pekerjaan di broker sekuritas dan cocok sebagai pelayanan pelanggan karena ia lebih baik dari laki-laki. Bukti tersebut menguatkan pandangan ilmu psikologi bahwa laki-laki mempunyai kemampuan secara umum lebih baik dalam hal kuantitatif dibanding perempuan dan perempuan mempunyai kecenderungan mempunyai naluri pengasuhan dibanding dengan laki-laki. Bias gender antara laki-laki dengan perempuan umumnya terjadi pada tingkat kehati-hatian, tingkat kepercayaan diri, tingkat kemampuan analisis kuantitatif. Perbedaan tersebut merupakan anomali terhadap ilmu ekonomi neoklasik dan pasar efisien dan menjadi topik pembahasan dalam behavioral finance. Pengaruh gender menimbulkan pertanyaan, apakah perempuan dan laki-laki dipengaruhi bias gender saat mereka menjadi pemimpin perusahaan? Dan bagaimana perbedaan gaya kepemimpinan yang terjadi di antara keduanya?

Minggu, 09 Oktober 2011

Perlaku Meniru dalam Ekonomi

Oleh : Budi Hartono

Pernahkah kita bertanya sewaktu mata kita menatap kelangit, kita melihat sekumpulan burung yang terbang membentuk formasi tertentu. Demikian pula jika kita melihat kedalam lautan, ikan-ikan selalu berge-rombol dan membentuk suatu kumpulan. Apalagi binatang yang ada didarat, kita melihat hewan ternak atau binatang liar berperilaku serupa dan lebah, semut membentuk koloni. Hampir semua binatang berperilaku serupa dengan spesies sejenis selalu berinteraksi, bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya secara bersama-sama, mencari makan bersama dan berimigrasi ke tempat yang lebih baik untuk menemukan sumber makanan secara bersama. Pada dasarnya hampir semua jenis binatang bersosialisasi, berinteraksi, berkumpul bahkan melakukan pembagian kerja untuk menjaga kelangsungan hidup spesiesnya. Hanya beberapa jenis binatang seperti beruang yang tidak bersosialisasi dan berkelompok dengan sejenisnya. Binatang berperilaku demikian untuk melindungi satu sama lain sehingga terus bertahan dari kepunahannya. Ini seperti apa yang kita lihat di televisi, harimau atau singa saat memangsa sekumpulan kerbau atau zebra, ia akan membuat kumpulan itu tercerai berai dan hewan yang terpisah dari kelompoknya yang akan mudah untuk dimangsa.
Jika binantang berperilaku berkelompok, bagaimana dengan spesies manusia? Apakah ia berperilaku demikian? Coba kita telusuri sejarah manusia purba, pada saat ahli arkeologi menemukan fosilnya mereka tidak sendiri tetapi dalam kelompok fosil. Semakin berkembang jumlah manusia terbentuklah suku-suku, kerajaan dan akhirnya membentuk sebuah negara. Manusia berkelompok dalam jumlah besar di kota-kota besar bahkan pengelompokan ini semakin meningkat karena terjadi urbanisasi. Naluri untuk bersoasialisasi, berinteraksi dan berkelompok mempunyai tujuan melangsungkan perkembangbiakan spesiesnya melalui perkawinan dan mencari makan. Naluri herding membuat manusia terjaga dari kelangsungan hidupnya.

Motivasi herding
Apa yang mendorong mengapa manusia berperilaku herding ? Ini telah lama di observasi oleh para ahli psikologi dari abad sebelumnya. Sigmund Freud menyebut perilaku tersebut dengan psikologi kerumunan (crowd psycology) dan Karl Jung menyebut dengan istilah ketidaksadaran kolektif. Penjelasan terkini atas perilaku tersebut diajukan oleh psikologi evolusioner[1], yang menyatakan bahwa naluri berkerumun/berkelompok terbentuk melalui proses evolusi manusia selama sejarah keberadaannya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Bila secara fisik binatang membentuk perilaku berkelompok melalui proses evolusi untuk bertahan hidup dan mempertahankan spesiesnya. Manusia membentuk perilakunya tidak hanya melalui perubahan fisik tetapi meliputi perubahan mentalnya. Secara psikologis manusia mengembangkan diri merespon lingkungannya berupa insting dasar untuk bertahan hidup dan berkembang biak.
Herding adalah perilaku dasar (instinct) binatang yang cenderung berkelompok dan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya secara bersama. Jika menyatu dalam kelompok mereka merasa lebih aman karena kemungkinan dimangsa predator lebih kecil dibandingkan mereka sendirian. Kondisi tersebut tidak berbeda jauh dengan manusia, mereka sanggup mempertahankan kelangsungan hidupnya karena mereka tidak sendiri, mereka adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Albert Bandura menjelaskan bahwa manusia melakukan proses belajar dengan mengamati perilaku orang lain dan mengikuti perilaku terebut. Mereka cenderung mengikuti jejak yang telah ada, seperti kecenderungan individu mengikuti jejak dijalan yang telah dibuat sebelumnya oleh orang lain dan tidak membuat jejak sendiri. Manusia cenderung menangkap emosi orang lain dan cenderung tertular dengan emosi yang sama (Hsee et al, 1990), seperti garpu tala, bila diketuk dengan nada G, maka garpu tala yang ada didekatnya akan mengalunkan nada yang sama. Pengaruh perilaku dalam interaksi, proses belajar dan penularan emosi menjadi sebab mengapa individu mempunyai kecenderungan untuk meniru atau serupa dalam kelompoknya.
Sebagaimana diilustrasikan pada gambar rumah makan dan kerumunan, menurut anda rumah makan mana yang mempunyai menu yang enak? Mengapa orang rela mengantri padahal rumah makan disebelahnya sepi? Jika anda ingin mencoba menu dari kedua rumah makan tersebut, rumah makan mana yang akan anda pilih? Pada umumnya orang menyimpulkan bahwa rumah makan yang banyak pengunjungnya mempunyai menu makanan yang enak, sinyal tersebutmembuat kecenderungan orang mengikuti dan berpikir antrian tersebut sebagai sinyal tentang lezatnya makanan.

Herding perilaku ekonomi.
Perilaku herding dalam ilmu ekonomi telah lama dikemukan John Maynand Keynes dengan menyebutnya istilah “animal spirit”. Menurut Hirshleifer dan Teoh (2003) kecenderungan individu untuk berperilaku meniru dan serupa mempunyai beberapa sebab, yaitu: 1) adanya imbalan dengan meniru, 2) hukuman terhadap penyimpangan, 3) kebutuhan untuk berinteraksi, 4) komunikasi langsung, 5) terpengaruh dari mangamati orang lain. Imbalan dan hukuman seringkali membuat orang menjadi berperilaku mengikuti umumnya. Sebagaimana dikatakan oleh Soros (1985) bahwa pedagang mata uang yang tidak mengikuti kecenderungan, maka ia akan membayar mahal. Pedagang yang tidak mengikuti kecenderungan, berarti ia melawan arah pasar, akibatnya ia akan banyak menderita kerugian. Sebaliknya pedagang yang mengikuti kecenderungan ia akan memperoleh keuntungan, karena berada dalam kecenderungan yang menentukan arah pergerakan pasar. Perilaku meniru seringkali timbul karena pelaku tidak mempunyai informasi, sehingga cara paling aman adalah mengikuti informasi dari lainnya.
Herding dalam analisis tingkah laku pasar diartikan sebagai kecenderungan dari banyak pelaku pasar membuat keputusan dirinya serupa (similar) pada waktu yang sama dengan lainnya. Tingkah laku herding bisa timbul melalui adanya percakapan antar individu dalam kelompok (Shiller, 1995) dan belajar melalu interaksi sosial. Atau tingkah laku individu yang mengikuti aksi dari tingkah laku orang yang lebih dulu tanpa mengetahui informasi apa yang mendasari individu awal bertingkah laku (information cascade) (Bikhchandani et al, 1992). Percakapan dan tingkah laku meniru menciptakan psikologi massa karena keputusan pelaku pasar yang serupa walaupun tingkah laku tersebut bersandar pada informasi yang sedikit. Perilaku herding dan interaksi sosial menjelaskan mengapa terdapat kecenderungan saham dalam satu kawasan bergerak bersama, jika pada pasar modal tidak tersedia informasi maka pelaku pasar cenderung mengikuti informasi yang ada pada pasar yang mempunyai informasi yang kuat, seperti kecenderungan orang mengikuti jejak yang telah ada bila tidak tersedia informasi yang lebih baik.
Kita dapat mengingat kembali semua kejadian ekonomi disekitar kita sehari-hari, bagaimana perilaku herding mempengaruhi orang mencari makan. Pada saat di Jakarta orang yang menjual pisang goreng Pontianak yang laris manis. Dijalan-jalan bermunculan lapak-lapak yang menjual pisang goreng yang sama, walaupun pada akhirnya menghilang hampir semuanya. Pada tahun 2006-2008, kita mendengar bagaimana kegilaan harga Anthurium, banyak orang membicarakannya dan berbondong-bondong banyak orang menanamnya karena dianggap sebagai investasi yang menguntungkan. Pada saat banyak orang menanamnya, penawaran Anthurium meningkat, harga jatuh dan tidak ada seorangpun yang berani berkata menanam Anthurim adalah cara untuk menjadi cepat kaya. Perilaku herding dalam kehidupan ekonomi sehari-hari kita sebut dengan perumpamaan “ada gula ada semut”, bila ada sesuatu yang menguntungkan, terdapat kecende-rungan banyak orang untuk menirunya.
Perilaku meniru yang mempunyai dampak luar biasa merusak dalam perekonomian Indonesia adalah saat terjadinya rush perbankan (bank run) saat krisis moneter 1998. Sewaktu gubernur Bank Indonesia mengumumkan untuk melikuidasi 16 bank pada 1 Nopember 1997 dengan tidak menjamin simpanan uang nasabah. Keputusan tersebut ternyata menciptakan ketakutan dan kepanikan masyarakat kehilangan uang simpanannya di bank. Rasa tidak aman dan tidak percaya membuat masyarakat segera menarik uangnya, ATM mengantri, antrian memanjang di teller bank.  Televisi menyiarkan, koran menjadikan headline, percakapan atas kepanikan dan ketakutan menular, media massa secara tidak sadar mempersuasi orang untuk menyebarkan ketakutan dan kepanikan. Semakin hari antrian menarik uang dari bank semakin banyak, orang yang semula percaya bahwa bank tersebut bagus mulai ragu, ia takut menjadi orang yang akhirnya kehilangan uangnya karena banyak orang sudah menyelamatkan diri. Bank yang sebelumnya sehat, tetapi karena perilaku herding dengan menarik uang dalam jumlah besar dalam waktu yang bersamaan akan menjadi bank sehat menjadi sakit. Banyak kasus bank run di berbagai negara terindentifikasi bahwa perilaku herding sangat merusak, walaupun sebelumnya bank tersebut sehat atau setengah sakit perilaku tersebut secara cepat membunuhnya.
Pada awalnya, kebijakan melikuidasi bank yang dimaksudkan untuk memperbaiki perbankan yang sakit sebagaimana disyaratkan dalam Letter of Intent dengan IMF ternyata berdampak sebaliknya. Kebijakan tersebut merusak kepercayaan masyarakat dan membuat panik nasabah yang pada akhirnya membuat banyak bank menjadi sakit. IMF adalah penganut ekonomi neo-klasik yang tidak mempertimbangkan dampak kebijakan terhadap perilaku manusia.  Ekonomi neo-klasik menganggap bahwa manusia seperti kalkulator dingin dalam berhitung dan membuat keputusan, tanpa emosi, tanpa perasaan. Kenyataan hidup sehari-hari, manusia adalah mahkluk yang tidak sepenuhnya rasional, keputusan yang di buatnya tidak hanya dipertimbangkan dengan rasionya tetapi juga dipengaruhi oleh emosi yang kadang terasa berlebihan.

Herding di Pasar Modal
Fenomena herding ini ditemukan pada tingkah laku pelaku pasar modal, baik individu, institusi, manajer dana (fund manager)[2] dan analsis saham di pasar modal. Jagadeesh dan Kim (2007) menemukan tingkah laku herding pada analis saham, rekomendasi yang diberikan tentang target harga dan prediksi laba cenderung tidak berbeda dengan rekannya di sekuritas lain dan cenderung menciptakan konsensus. Ini dapat di gambarkan demikian, bila sudah banyak analis saham yang merekomendasikan saham A dengan predikat buy, maka analis saham yang baru memberi rekomendasi cenderung mengikuti konsensus buy. Brunnermeier dan Nagel (2004) menyatakan bahwa pelaku arbitrase untuk mengeliminasi mispricing harga saham menunggu dan mengikuti aksi pelaku arbitrase lainnya, mereka tidak menentang arah pasar tetapi mengikuti arah pasar. Kita masih bisa mengingat ambruknya IHSG selama tiga hari berturut-turut pasca lebaran tahun 2008, semua investor mengalami panic selling, indeks pasar tiap hari merosot 10% sehingga pasar harus di suspend. Siapapun yang menentang arah pasar pada waktu itu, dengan melakukan pembelian akan menderita kerugian.
Perilaku herding menciptakan saham bersifat fads and fashion atau dalam analisis statistik ditemukan pola tail and fads (distribusi imbal hasil membentuk kurtosis atau ekor gemuk), karena saham dengan sektor tertentu menjadi mode dan terus diburu oleh investor, sebagai contoh pada menjelang akhir tahun 2006 di Bursa Efek Indonesia, saham-saham perbankan dan properti menjadi popular karena diburu investor dengan adanya sentimen penurunan suku bunga pasca kenaikan bahan bakan, dan pada tahun 2007 saham komoditi (pertanian dan pertambangan) menjadi mode dengan disokong sentimen booming harga komoditas. Menurut Cont dan Bouchaud (2000) herding ini membuat pasar modal menjadi berfluktuasi, karena pada saat saham sektor tertentu naik banyak yang memindahkan dananya pada saham yang booming, dan serentak menjual secara bersamaan dan mengakibatkan penurunan yang tajam. Fluktuasi yang tajam dalam harga pasar yang diterangkan oleh perilaku herding adalah keberadaan gelembung dan peluruhan harga asset.



[1] Psikologi evolusioner adalah salah satu pendekatan biologis untuk mempelajari perilaku manusia. Seiring dengan psikolog kognitif, psikolog evolusioner mengusulkan bahwa banyak, jika tidak semua, perilaku kita dapat dijelaskan dengan mekanisme psikologis internal.
[2]   Grinblatt el al (1985) menemukan bagaimana strategi manajer reksadana pada periode 1975-1984 dalam membeli saham didasarkan pada strategi momentum, dan strategi ini menjadi trend-followers karena imbal hasil yang tinggi dan tingkah laku herding membuat harga saham bergerak terus naik dan terus turun.